Bukan Keluhan

Saya pikir akan banyak senggang waktu untuk saya manfaatkan dengan mengurus blog ini, atau mulai merangkai imajinasi menjadi sebuah fiksi lagi, atau malah mulai mewujudkan banyaknya rencana yang sudah saya buat. Ternyata perlu usaha lebih keras untuk mengatur waktu, antara kuliah, mengurus rumah, dan istirahat.

Hari ini hari pertama kuliah, saya yakinkan diri untuk bersepeda. Saya sudah berniat untuk menjadi mahasiswi yang lebih baik dari masa D3 dahulu, salah satunya untuk tidak terlambat kuliah lagi, jadi saya berangkat lebih awal. Terlalu awal. Tapi tidak apalah, bisa istirahat dulu.

Perjalanan dari kosan ke kampus dengan bersepeda sungguh melelahkan, penuh tanjakan. Malah rasanya lebih melelahkan dari berjalan kaki. Pulangnya, memang banyak turunan, tapi panas yang menyengat membuatnya tak kalah melelahkan.

Sampai rumah baju saya sudah basah oleh keringat, tungkai kaki rasanya lelah sekali. Langsung saja saya ndeprok di lantai depan kipas. Untung sebelum kuliah saya sudah masak, jadi tidak perlu klathak-kluthuk lagi di dapur menyiapkan makanan.

Sempat saya berniat mengeluh habis-habisan di blog tentang kosan yang jauh, Jakarta yang panas, gedung kelas yang ACnya serupa kipas angin, dan sebagainya, dan seterusnya. Namun kemudian saya teringat, masih lebih banyak hal yang dapat saya syukuri.

Lelah itu tentu tidak berarti dengan segala rahmat dan kemudahan yang telah Allah berikan kepada saya. Sampai sekarang pun saya masih takjub dengan jalan yang Allah berikan pada saya untuk dekat dengan suami, bahkan dengan bonus dapat kuliah lagi. Alhamdulillah. Alhamdulillah.

Allah sangat baik pada saya. Tiap pagi kami bisa memulai hari bersama, menyeduh kopi dan sereal bersama, menonton berita pagi sembari bersiap-siap. Sorenya saya selalu bahagia saat menyambut kepulangan suami, menceritakan segala yang saya lewati hari itu secara langsung, makan malam bersama, dan ada yang mengelus rambut saya sebelum tidur. Belum lagi tiap weekend yang kami lewati bersama, entah itu sekedar istirahat di rumah atau berjalan-jalan ke berbagai tempat.

Maka nikmat Tuhan yang mana yang bisa saya dustakan?

Saya tak boleh mengeluh. Toh belum tentu 2 tahun penuh saya harus bersepeda ke kampus. InsyaAllah kami akan mendapatkan kontrakan yang lebih dekat dan nyaman dari kosan yang sekarang. Semoga Allah memudahkan.

Dan tentu saja tak adil bagi yang lain jika saya mengeluh. Banyak teman saya yang masih belum bisa lanjut kuliah, entah karena terhambat birokrasi ataupun lokasi, atau mungkin memang masih belum ada rezeki. Banyak teman saya yang masih belum bisa tinggal seatap dengan suaminya, dipisahkan bentang jarak dan zona waktu, belum tentu sebulan sekali bertemu.

Kalau saya mengeluh, berarti saya tak menghargai mereka bukan? Karena saya pun pernah merasa tidak enak hati ketika membaca/mendengar teman saya yang mengeluh (hampir) tanpa henti padahal saya ingin sekali bertukar tempat dengannya.

Dan kini saya bingung hendak menutup tulisan ini dengan apa? Mungkin dengan doa saja ya. Semoga yang jauh dengan orang-orang tercinta segera didekatkan, semoga yang haus ilmu segera dibukakan jalan untuk kembali menuntut ilmu, dan semoga yang rindu rumah dilimpahkan rezeki untuk bisa sering pulang. Amin.