Menjadi Yang Pertama

Menjadi anak pertama punya tantangan tersendiri. Bukan berarti anak kedua-ketiga-keempat-dst tidak menantang ya, tiap orang tentu punya tantangan kehidupan sendiri-sendiri, tak peduli mau dilahirkan urutan ke berapa dia.

Dari kecil, saya terbiasa belajar lebih keras, berusaha lebih keras untuk membuat mama bangga. Tak pernah diminta, tak pernah dipaksa. Mama selalu bilang bahwa sebagai anak pertama, saya harus bisa menjadi panutan bagi adik-adik saya, menjadi kebanggaan. Saya pun patuh. Saya selalu berusaha menjadi kakak yang baik, yang pintar, yang sukses, yang membanggakan., yang bijaksana, yang pengertian, yang murah hati, dst. Saya tahu saya tidak sesempurna kelihatannya, tapi saya telah bertekad untuk tak pernah memperlihatkan sisi rapuh saya kepada adik-adik saya.Dan sebagai yang tertua, saya cenderung protektif, ingin melindungi adik-adik saya sejauh mungkin dari bahaya dunia “luar”. Saya ingin adik-adik saya tumbuh dalam masa yang lebih bahagia, kondisi yang lebih berkecukupan, lebih-lebih-lebih dari saya.

Sebagai anak sulung, saya juga harus siap untuk mendengarkan orang tua lebih “banyak”. Saat masih kecil, tentu bukan saya yang merasa iri pada adik-adik kan? Kalau bertengkar selalu dimarahin lebih dulu, entah siapa yang salah. Katanya sebagai anak yang lebih tua, saya sudah lebih mengerti, harus bisa menjaga adik-adiknya, mengalah ini-itu. Begitu masa-masa labil itu lewat, kita harus mempersiapkan diri untuk mendengar curhatan orang tua, yang adik begini lah, yang tetangga begitu lah. Itulah kenapa kebanyakan anak sulung itu lebih dewasa dan tidak neko-neko.

Selain itu, anak pertama biasanya juga terbiasa memikul tanggung jawab, itulah kenapa saya mesti menunda mimpi-mimpi saya dulu. Walau saya sangat tidak suka menjadi pegawai yang terikat jam kerja, terbatas ini-itu dan tidak bebas berkarya, saya memutuskan untuk menunggu. Karena harus diakui, seberapapun tidak sukanya saya sama pekerjaan sekarang, gajinya tetap saya butuhkan untuk memastikan adik-adik saya dapat sekolah dan kuliah setinggi-tingginya. Bukan sombong atau apa, tapi saya yakin rata-rata orang yang dilahirkan sebagai sulung pun berpikiran begitu. Family Oriented. Keluarga selalu yang nomor satu. Walau tidak ada yang meminta dan memaksa, tetap berusaha untuk memberikan yang terbaik bagi keluarganya.

Bukan berarti anak tengah, bungsu, dsb tidak memberikan yang terbaik untuk keluarganya. Tapi menurut saya, lebih banyak pertimbangan yang harus dipikirkan matan-matang sebelum mengambil keputusan jika anda dilahirkan sebagai anak sulung.

Maaf jika ternyata ada yang tidak setuju dengan pendapat-pendapat saya, tapi setidaknya itulah yang saya rasakan sebagai anak tertua dalam keluarga. Saya yakin, anda-anda pun tentu ingin sekali membahagiakan keluarga anda, terlepas anda anak sulung atau bukan, dengan cara anda sendiri.

β€œTulisan ini diikutsertakan pada Hajatan Anak Pertama yang diadakan oleh Sulung Lahitani”

22 pemikiran pada “Menjadi Yang Pertama

  1. Menurut akang sih, tanggung jawab yang muncul bukan semata-mata karena menjadi anak sulung. Akang lebih setuju bahwa hal demikian muncul dari pribadi yang memang “mempunyai karakter ber-tanggung jawab”. Mungkin banyak kasus dimana anak sulung tidak seperti yang diceritakan diatas. Maaf yaa…baru nongol aja udah banyak komentar πŸ˜†

    Suka

    • iya kang… benar sekali kata akang.. memang tidak pukul rata begitu, semua juga dipengaruhi situasi dan kondisi di keluarga masing2..
      saya sendiri walau anak sulung, masih punya jiwa manja dan kekanak2an, walaupun kalau diperlukan bisa pula jadi mandiri dan dewasa
      ga papa kok kang, saya malah seneng akang udah bisa bewe ke sini lagi πŸ˜€

      Suka

  2. Sukses buat kontesnya ya Mel πŸ™‚

    Ya, memang begitu sih ya. “Tuntutan” (kalau bisa dibilang begini) sebagai anak pertama itu yang memang memoles kepribadian mereka πŸ™‚ Nggak setiap anak pertama sama sih kondisinya, yang artinya sikap dan kepribadiannya pun tentu berbeda-beda; tapi memang seperti ada common trait gitu ya yang menghubungkan satu dengan yang lainnya πŸ™‚

    Suka

  3. Aku juga anak pertama, walau tanggung jawabnya berat tapi enak jadi anak pertama paling tua diatara adik2 dan tentunya barang-barang pasti dibelikan baru bukan dari turunan….he..he..

    Suka

  4. Anak pertama menjadi contoh teladan bagi adik2nya.Karena jika anak pertama baik maka selanjutnya yang dibawahnya pasti akan nurut jadi baik.Jia tidak maka sebaliknya. πŸ™‚

    Suka

  5. EEEh, baru sempat mampir nih Mel.
    Ternyata rumahnya udah dicat lagi. Lucu!! πŸ˜€
    Emang, Mel. Tanggung jawab anak Sulung itu selalu lebih besar.

    Sudah terdaftar sebgai Peserta Hajatan Anak Pertama ya, Mel
    TErima kasih Atas partisipasinya πŸ™‚

    Suka

  6. Wuiiih…rumah baru nih.

    Salaman dulu ah Mel, sesama anak sulung, dan yg aku rasakan persis deh sm postingannya Amel, jd mo nulis apa nih di hajatannya Sulung, udh dijelasin semua di sini hihihihi

    Suka

  7. saya juga anak pertama dan memang tanggung jawabnya besar. itu pun sudah kutanggung sejak kecil. kalau ada apa2 dengan adik, baik dia yang salah atau tidak, aku yang selalu disuruh ngalah… πŸ™‚ sempat kepikir ga enak juga jadi anak pertama, enakan jadi anak bontot…

    tapi itu pikiran nakal sewaktu kecil. saat dewasa ternyata beda. malah jadi anak pertama jadi bangga.

    Suka

  8. Itulah sebabnya, saya bertekad akan berbuat adil kalau adiknya Nadya ini udah lahir. Saya nggak akan semata-mata menyuruh kakak mengalah pada adiknya, tapi juga memberi pengertian ke adik kalau memang dia melakukan hal salah. Saya bukan anak pertama sih, tapi pernah memanfaatkan kedudukan saya sebagai adik, hihihi..
    Pas ud punya anak, baru deh mikirin gimana kondisi emosi si kakak kelak dia punya adik πŸ™‚
    Moga sukses kontesnya, ya πŸ˜‰

    Suka

    • iya.. saya juga dari dulu bertekad kalau punya anak nanti, bakal berusaha keras agar anak sulung saya tidak merasa tersisih karena kehadiran adiknya..
      semoga nanti bisa terlaksana πŸ˜€

      Suka

Tinggalkan Balasan ke ~Amela~ Batalkan balasan