Rindang berlari ke kamarnya, mengunci pintu dan tidak mempedulikan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan Mamanya. Kali ini dia benar-benar membenci Denova, hatinya benar-benar telah patah, hancur berkeping-keping.
Kalap Rindang mempreteli boneka beruang hadiah ulang tahun kelimabelasnya, dari Denova. Belum puas dia melanjutkan dengan menggunting-gunting foto Denova yang tersimpan di album foto berwarna pink. Rindang ingin melupakan Denova. Selamanya.
Foto terakhir, foto mereka berdua saat liburan ke Dufan bulan lalu yang terpajang cantik di atas tempat tidur Rindang. Rindang menatapnya nanar, dan tiba-tiba saja tangisnya kembali tumpah.
Kenapa Kak Den tega? Kenapa dia tega?
Di tengah guntingan foto-foto mereka berdua, Rindang menangis tersedu-sedu. Cinta pertamanya telah mematahkan hatinya, dan rasanya sakit sekali.
—=—
Dimi memeluk erat gulingnya, menggigit ujung spreinya. Kebiasaannya jika sedang sedih. Tak dipedulikannya tumpukan barang yang harusnya segera dipacking. Moodnya sedang sangat buruk hari itu.
Dia tahu kalau Denova menyukainya, bahkan sejak empat tahun lalu. Karena dia sendirilah yang membuat Denova menyukainya. Sok misterius, sok cuek. Ya, Dimi sendiri yang merencanakan semua ini. Membuat Denova penasaran setengah mati pada dirinya.
Awalnya hanya sekedar main-main, melupakan patah hatinya waktu itu. Awalnya Denova memang hanyalah sekedar pelarian dari Mas Bagas. Tapi ternyata semuanya berjalan di luar rencana. Dimi terjebak dalam permainan yang dia ciptakan sendiri. Waktu Mas Bagas berkunjung beberapa hari lalu, Dimi sadar saat itu Mas Bagas sudah jatuh cinta padanya. Sayangnya kini Dimi sudah tidak ada perasaan apa-apa terhadap Mas Bagas, Den telah sukses mengalihkan perhatiannya. Dimi jatuh cinta pada Denova, pemuda aneh yang dikenalnya empat tahun silam di sebuah halte bis. Baca lebih lanjut